Sementara cendekiawan—maaf, bukan pengamat—akan memberikan masukan luar biasa dalam menjadikan berita sebuah media terlihat berkualitas intelektual. Tidak sekadar informasi apa adanya, informasi searah dari pihak ataupun lembaga yang ingin menonjolkan presyadinya, atau bahkan kepentingan kepala daerah dan perangkatnya. Tetapi informasi berbobot, yang lengkap dan kritis, memberikan perspektif atau solusi, angle-nya kepentingan publik, sehingga dihargai para pihak sekalipun berbeda pendapat.
Melihat dari sisi ini maka kedudukan Ombudsman dalam sebuah media sangatlah penting, dan bukan sekadar penghias dan pemanis di susunan redaksi. Peran mereka vital.
Ketika dulu menyampaikan gagasan ini di ke teman pengelola daerah, mereka jadi faham mengapa media itu sebenarnya harus dekat dan melekat dengan rakyat, audiensnya. Kalaupun mereka kekurangan tenaga dan kekurangan waktu untuk selalu menyerap aspirasi pemangku kepentingan, kehadiran Ombudsman sungguh membantu.
Media tidak bisa merasa mampu membaca apa yang diinginkan masyarakatnya, tahu apa berita yang dibutuhkan pembaca atau pemirsanya, dan oleh karena itu harus ada mekanisme check and balances dengan stakeholder. Sebab kalau tidak, untuk apa media ada?
Persoalannya sekarang, pertama Dewan Pers harus segera melakukan diseminasi ataupun dulu istilahnya sosialisasi, agar soal Ombudsman, dan berbagai kewajiban lain yang harus dilakukan perusahaan pers agar dapat diverifikasi.