Ombudsman di media kami itu kira-kira sama keadaannya. Mereka diberikan uang lelah untuk membaca dan mengikuti pemberitaan. Kemudian sebulan sekali diundang untuk mengritik dan memberi pandangan tentang sudut pandang dan bentuk pemberitaan, dengan contoh-contoh. Mereka itu menyelaraskan apa yang ditampilkan di media dengan visi, nilai-nilai perusahaan, yang kadang karena rutinitas atau lalai, menjadi kebablasan atau serong ke kiri dan ke kanan.
Mungkin kalau diibaratkan servis ban, kegiatan ini semacam spooring dan balancing. Jadi supaya ban itu sendiri normal, lalu perkakas “pengikat” ban dikembalikan ke fungsi normal, sehingga kita menyetir di jalan apalagi dengan kecepatan tangan, kendaraan terkendali.
Saya belum pernah menyaksikan adegan pertemuan pengelola media dan ombudsmannya di media lain atau menonton praktik kerja Ombudsman di media nasional ataupun media di luar negeri. Tapi saya kira kurang lebih sama.
Sebelum keluar peraturan ini, keberadaan Ombudsman di sebuah media hanyalah berbentuk imbauan walau sudah banyak yang memilikinya. Melalukan diseminasi informasi soal ini perlu sedikit usaha karena tidak semua pengelola media, termasuk boss-nya mengerti apa dan bagaimana kedudukan Ombudsman di media mereka. Tidak hanya di media kecil dan mandiri, tapi juga media besar yang berada di grup besar.
Biasanya kami yang dulu melakukan verifikasi administrasi dan faktual, memberikan penjelasan dengan sederhana, supaya tidak salah faham.