Wartaniaga.com,Banjarmasin- Keberhasilan Indonesia membangun perkebunan kelapa sawit telah membawa revolusi pada industri minyak nabati dunia, yang antara lain ditunjukan oleh keberhasilan minyak sawit sebagai minyak nabati utama dunia, dan tampilnya Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia.
“Revolusi minyak sawit tersebut disertai pula persaingan minyak nabati yang tidak sehat, dengan mengangkat isu-isu sosial, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan sebagai tema kampanye hitam,” beber Direktur Eksekutif Palms Oil Agribusiness Strategic Policy Institut Dr Ir Tungkot Sipayung pada Workshop Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan tema “Jurnalis Menguak Fakta di Balik Industri Kelapa Sawit, Rabu (20/12).
Tungkot mengungkapkan, data tahun 2015, 41 persen perkebunan kelapa sawit merupakan milik rakyat, 6 persen milik negara, dan 53 persen milik swasta.
“Jumlah tersebut meningkat dibanding periode tahun 1990-an, dimana perkebunan kelapa sawit yang melibatkan rakyat hanya 26 persen,” kata Tungkot.
Mengenai tudingan perkebunan kelapa sawit merupakan pemicu utama konversi hutan di Kalimantan, Tungkot membantahnya.
Ia menyatakan, data sejarah konversi mengungkapkan, pada tahun 1950-an, luas hutan di Kalimantan mencapai 51,4 juta hektare. Dan, dalam kurun waktu 1950-1985, luas konversi hutan menjadi non hutan mencapai 13,1!juta hektare.
Sementara, lanjutnya, luas perkebunan kelapa sawit pada periode yang sama hanya 0,04 juta hektare atau hanya 0,1 persen dari luas konversi itu.
Pada kurun waktu 1985-2000, bebernya, konversi hutan menjadi non hutan di Kalimantan, meningkat menjadi 20,2 juta hektare.
“Dan, pada periode yang sama luas perkebunan kelapa sawit di Kalsel baru mencapai 0,8 juta hektare atau hanya sekitar 3 persen dari akumulasi konversi tersebut,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalsel Ahmad Yuliadi mengatakan, saat ini luasan perkebunan kelapa sawit di Kalsel sekitar 410 ribu hektare, dimana sekitar 80 ribu hektare dikelola masyarakat, dan sisinya oleh swasta.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa di kabupaten Kotabaru sudah ada pabrik membuatan VCO sehingga para petani dan perusahaan sawit tidak perlu jauh-jauh menjual hasil pertaniaannya. “ Pabrik yang ada di Kotabaru mampu menghasilkan VCO 550 ton perhari dan kapasitas ini bisa ditingkatkan asal hasil perkebunannya juga mencukupi” ujarnya.
Workshop ini juga menghadirkan pembicara dari Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Dr Ir Gusti Rusmayadi, dan Pemred Warta Ekonomi Muhammad Ihsan.
Reporter : Edi Koesmono
Editor : Didin Ariyadi
Foto : Edi Koesmono