( Oleh : Prof. Trubus Rahardiansyah )
Diakhir tahun 2019 ini, Defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) Indonesia diprediksi belum kunjung membaik. Data yang ada menunjukkan Per kuartal II-2019, CAD justru melebar mencapai US$ 8,4 miliar atau setara 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Dalam praktiknya, upaya pemerintah menggenjot ekspor untuk memperbaiki CAD di tahun ini bakal mengalami banyak kendala. Ini karena kinerja ekspor Indonesia di paruh pertama tahun ini belum menunjukkan tanda perbaikan signifikan di tengah sentimen perang dagang. Oleh karena itu, guna menambah geliat ekspor manufaktur, pemerintah dapat merumuskan insentif fiskal yang menyasar perbankan BUMN agar menyalurkan porsi kredit lebih besar bagi perusahaan manufaktur berorientasi ekspor. Dalam konteks Insentif, misalnya bank-bank BUMN dapat diberikan akses kompensasi menyetor dividen lebih kecil jika porsi kreditnya untuk ekspor manufaktur semakin besar. Hal ini karena pemerintah memiliki special mission vehicle dalam urusan pembiayaan ekspor yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Akan tetapi insentif kredit ekspor yang diberikan oleh lembaga ini belum banyak diketahui dan dipahami luas oleh para pelaku usaha.
Dengan demikian kebijakan Pemerintah harusnya sosialisasi lebih banyak lagi dan memberikan bimbingan teknis untuk memperoleh fasilitas dari LPEI.
Untuk Lembaga lain yang perlu diasah kapasitasnya ialah Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (Indonesian Trade Promotion Center/ITPC). Sebagai pusat promosi perdagangan produk Indonesia di luar negeri, ITPC sangat perlu direvitalisasi dan ditata ulang kelembagaannya agar kompetitif di era revolusi industri 4.0.
Oleh karena itu ke depan, Kebijakan pemerintah perlu memperbanyak proposal perjanjian dagang bilateral di tengah sentimen perang dagang yang membuat spirit kerja sama regional makin luntur. ITPC bisa menjadi perantara.
Dari sisi impor, kebijakan mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) pada sejumlah produk dari sebagian negara memang diperlukan. Apalagi, tren pelemahan mata uang yuan secara sengaja oleh pemerintah China berpeluang membuat pasar domestik dibanjiri barang-barang impor.
BMAD ini memang lumrah untuk menjaga CAD kita tidak melebar. Tapi perlu diantisipasi juga jangan sampai BMAD berdampak pada impor produk-produk yang justru kita butuhkan di dalam negeri.
Di masa mendatang, pemerintah perlu lebih serius dan cepat menggarap potensi sektor wisata sebagai sumber devisa negara. Oleh karena itu, pengembangan sektor pariwisata bukan sekadar promosi, melainkan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM), industri kecil dan menengah, serta infrastruktur di destinasi-destinasi prioritas pemerintah.
Dengan demikian selain membuka akses dengan pembangunan jalan-jalan, pemerintah juga harus pastikan ketersediaan sarana seperti transportasi dan SDM maupun industri yang memadai.
Oleh karena itu, jurus kebijakan jangka pendek pemerintah amat penting untuk menjaga CAD tidak melebar di luar target pada akhir tahun nanti. Pasalnya, pelebaran CAD kerap menjadi bumerang bagi perekonomian di dalam negeri.
Dampak Melebarnya CAD biasanya akan menekan nilai tukar rupiah melemah akibat keluarnya arus modal asing (capital outflow) dari pasar domestik. Sebab, kondisi CAD yang memburuk kerap memicu efek psikologis yang buruk pada investor sehingga outflow rentan terjadi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan itu, pemerintah perlu segera berbenah dengan menetapkan berbagai kebijakan agar perekonomian Indonesia lebih kompetitif.