Problematika Kebijakan Dana Desa
Oleh : Prof. Trubus Rahardiansyah
(Guru Besar Universitas Trisakti Jakarta)
Untuk itu, salah satu perencanaan yang baik, adalah dengan mengidentifikasi sektor ekonomi prioritas yang ada di desa. Saat ini, desa masih menggantungkan hidup dari pertanian sehingga ada baiknya dana desa di masa mendatang bisa dialokasikan ke peningkatan produktivitas sektor tersebut.
Sektor ini menjadi penting karena pendapatan masyarakat desa sangat bergantung dengan Nilai Tukar Petani (NTP). Apalagi, produktivitas sektor pertanian di dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tidak menunjukkan perbaikan. Sesuai data BPS, pertumbuhan PDB pertanian di kuartal IV 2018 tercatat 3,89 persen, meski dua tahun sebelumnya sempat menyentuh 5,5 persen.
Desa ini sangat lekat dengan sektor pertanian berdasarkan indeks keunggulan komparatif. Justru orang miskin diduga banyak bergerak di sektor pertanian, sehingga hal ini harus masuk ke perencanaan dana desa untuk masa berikutnya. Perencanaan yang baik tentu juga tidak menjamin bahwa penggunaan dana desa semakin efektif. Tentu dibutuhkan pengawasan mumpuni agar dana desa tidak berpotensi diselewengkan dan benar-benar tepat sasaran.
Saat ini, penggunaan dana desa menjadi lahan segar untuk tindakan rasuah. Data Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat ada 96 kasus korupsi anggaran desa dari total 454 kasus korupsi yang ditindak sepanjang 2018. Kerugian negara yang dihasilkan pun mencapai Rp37,2 miliar. korupsi anggaran bagi otonomi daerah, seperti dana desa, tentu masih berpotensi terjadi jika anggarannya ditambah. Ini bisa saja terjadi lantaran sistem pengawasan dana desa tidak terintegrasi.
saat ini sudah banyak pihak yang mengawal dana desa seperti Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Namun, masing-masing instansi jalan sendiri-sendiri, sehingga tidak ada pencocokan indikator pemeriksaan antara satu instansi dengan instansi lain
Pelaku korupsi dana desa pun dengan mudah mencari celah memanfaatkan indikator yang sekiranya luput atau kurang diperhatikan di dalam pemeriksaan tersebut. Hasilnya, dana desa masih bisa dikorupsi dan keinginan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan desa pupus begitu saja.
Kita juga tak yakin bahwa kenaikan gaji perangkat desa dan pendamping desa bisa menghilangkan tindakan rasuah dana desa. tidak pernah ada korelasi antara kenaikan gaji dan penurunan tindakan korupsi mengingat korupsi sejatinya berasal dari sikap keserakahan seseorang.
Maka dari itu, elemen pemeriksa ini harus satu kesatuan dulu sebelum benar-benar menganggarkan tambahan dana desa. Seluruh indikator pemeriksaan itu detail, sehingga penggunaannya bisa lebih diketahui, penyelewengan bisa dikurangi. Mau berapapun jumlahnya, tindakan korupsi tetap saja merugikan banyak orang. Di samping itu, efektivitas penggunaan dana desa di lapangan juga seharusnya beralih dari sekadar membangun infrastruktur ke arah pemberdayaan ekonomi. Jika perlu, desa seharusnya bisa menggaet badan usaha agar dana desa bisa diinvestasikan untuk sesuatu yang produktif. Dengan demikian, ia yakin celah korupsi juga bisa ditekan karena pengawasan dana desa ikut dilakukan oleh badan usaha mitra desa tersebut.
Dampak ekonomi dari investasi dana desa, bahkan bisa lebih baik ketimbang pembangunan infrastruktur berbasis program padat karya tunai. Jika desa terus menggalakkan padat karya tunai, maka penduduk desa akan kehilangan penghasilan setelah proyek-proyek infrastruktur desa selesai. Namun, jika dana itu diinvestasikan, dampak ekonomi seperti lapangan kerja dan kenaikan pendapatan per kapita bisa berlangsung dalam jangka panjang.
(Selesai)