Menangkal Hoax dan Mengenalkan Kearifan Tutur Lisan Kepada Generasi Milenial

Menangkal Hoax dan Mengenalkan Kearifan Tutur Lisan Kepada Generasi Milenial

Wartaniaga.com, Banjarmasin – Setengah jam sudah Lestari menggenggam ponsel cerdasnya, berselancar di internet  dan membuka akun media sosial (medsos) miliknya. Sesekali  ia membagikan gambar dan informasi yang didapatnya dari puluhan group Whatapps yang diikutinya, membuka status teman-temannya dan memberi komen.

Ini saja sudah menghabiskan waktunya lebih dari 30 menit, belum lagi akun Instagram, Facebook dan Twitter, satu jam setengah  adalah waktu paling pendek baginya.  Untung saja hari ini dirinya libur kuliah sehingga banyak waktu bersama  gadget kesayangannya ini.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Memiliki lebih dari 5 ribu follower di Instagram dan 4 ribuan teman di Facebook membuat mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Banjarmasin ini asyik dengan medsos. Baginya sehari saja tidak bertegur sapa  di medsos  terasa tidak memiliki teman. “ Sekarang sudah zamannya semua orang bersosialisasi lewat medsos,” ujarnya

Sebagai anak muda, Tari  tidak mau ketinggalan dengan teman-temannya, baginya eksistensi harga mati. Buat status, komen di group dan menjadi yang pertama menginformasikan berita adalah bukti dari eksistensi. Terlebih lagi, statusnya dikomentari banyak orang, maka akan  menjadi kebanggaan tersendiri, meski tidak peduli kebenaran akan informasi yang dibagi.

Berdasarkan survey yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), potensi radikalisme masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2017 menunjukkan angka yang perlu diwaspadai yaitu 55,5. Angka ini berbanding lurus dengan pengguna internet di Kalsel yang mencapai 2,1 juta lebih atau 51 % dari jumlah penduduknya yakni 4,18 juta.

Meski demikian, survei BNPT itu juga mengungkapkan kearifan lokal  dan kesejahteraan merupakan daya tangkal dengan  tingkat signifikansi paling tinggi dalam menangkal radikalisme. Dan kepercayaan masyarakat Kalsel terhadap kearifan lokal sangat tinggi yakni berada diurutan ke 2 se Indonesia di bawah Bali dengan skor 72,37.

Kepala Bidang Riset dan Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalsel,  Dr Syauqi Mubaraq  mengatakan masyarakat Banjar memang terkenal kuat memegang teguh kearifan lokal sebagai sarana nasihat kehidupan.

Menurutnya, suku Banjar kaya akan peribahasa yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai warisan turun temurun dari nenek moyang. “Seyogyanyalah kita pertahankan,” ujarnya.

Bukan itu saja, kearifan lokal Tutur Lisan, Madihin, Mamandah, Pantun Banjar umumnya  bermuatan nilai-nilai tata kehidupan, tuntunan untuk kebaikan, etika, adat istiadat  dan bahkan juga kritikan yang bersifat membangun.

“Saya percaya dengan hasil survei BNPT itu, kearifan lokal yang kita miliki mampu membendung hoax pada generasi milenial,” ucapnya seraya mencontohkan ungkapan Tutur Lisan Banjar,  Mamah dahulu hanyar ditaguk  yang berarti telaah dahulu kebenarannya sebelum menerima berita.

Orang Banjar, tambah Syauqi, sejak  dulu sudah memiliki nasihat untuk membendung berita bohong atau hoax. Jangan telingan rinjingan  artinya jangan asal telan berita, Kada jadi baras artinya jangan melakukan pekerjaan yang sia-sia, Apik – apik kalu tabarusuk artinya harus hati – hati supaya jangan tersesat atau salah langkah, Bisa – bisa maandak awak yang artinya  pandai – pandai membawa diri, Jangan Bacakut Papadaan sama dengan Agar jangan terjadi perselisihan sesama satu suku atau keluarga. “ Dan ratusan Tutur Lisan  lain yang dapat menjadi modal untuk membendung hoax,” jelas pria yang juga Dosen pada Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin ini.

Dirinya yakin generasi milenial percaya nasihat orang bahari ini dapat menjadi pegangan hidup, terlebih lagi di tengah arus informasi global saat ini. “ Mereka generasi yang cerdas, saya yakin mereka mampu memilih yang mana yang baik dan tidak. Bisa menyaring sebelum men- sharing,” kata Syauqi.

Sementara itu, Pakar Komunikasi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin,  Dr. Fahrianoor, S.IP. M.Si menilai Lestari hanyalah satu dari jutaan gambaran generasi milenial saat ini. Dimana karakteristik mereka cendrung serba pratis dan ingin cepat tanpa berpikir mendalam dalam menggambil keputusan.

Dikatakannya, generasi ini lahir dari tradisi pop culture yang serba ingin instan, budaya yang memang bertentangan dengan generasi old (tua,red). Semua keinginan dapat dipenuhi hanya dari menekan ponsel dan ribuan informasi setiap menit didapat dari medsos.

Karena karakter itulah, kata Fahri, generasi ini rentan terhadap berita hoax dan radikalisme yang setiap saat mengancam dan makin masif. Berdasakan data statistik  generasi milenial di Indonesia ada 33,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Angka ini, sambungnya cukup signifikan mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa. “ Perlu ada gerakan masyarakat melawan hoax, radikalisme dalam upaya menyelamatkan generasi bangsa,”  tuturnya.

Ia menilai, perlu ada komunikasi yang cerdas dan tepat untuk menyampaikan nilai-nilai kebenaran kepada generasi milenial. Mengikuti apa yang saat ini menjadi dunia mereka adalah cara yang paling efektif.

“Kearifan lokal seperti budaya Tutur Lisan, Madihin dan Balamut berpotensi  menjadi pembendung berita hoax dan radikalime, namun perlu pola penyampaian yang tepat dan sistematis,” terang Fahri

Sebagaimana karakteristiknya, maka kearifan lokal itu harus didigitalisasi, masuk keruang-ruang keseharian kaum milenial. Disampaikan secara singkat, dilengkapi gambar dan kata – kata  dengan visualisasi yang menarik.

“Sudah saatnya Tutur Lisan tidak lagi hanya sebagai papadahan ( nasihat,red) saat duduk di warung, Madihin dan Mamadah sebagai hiburan di atas panggung, tetapi disebarkan melalui internet yang lebih luas dan menjadi sarana pembendung berita bohong,” jelas Fahri.

Fahri berpendapat, Hoax akan dengan sendirinya hilang jika ada informasi pembanding yang benar, karena masyarakat mendapat pilihan dan kecendrungannya mereka akan menelaah dahulu sebelum menerima berita.

“Medsos harus menjadi media atau channel yang dapat menyampaikan tradisi dan nilai-nilai budaya, dikemas dengan digitalisasi. Hoax dan radikalisme hadir dan disukai karena tidak ada informasi pembanding atau pilihan. Kemaslah kearifan  lokal secara digital, sesuai dengan kekiniaan, menarik, singkat dan mudah dipahami niscaya generasi milenial akan menyukai budaya kita,” tandasnya.

Senada dengan  Fahri, Pakar Budaya dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universtias Islam Negeri (UIN) Antasari  Banjarmasin, Dr. Wahyudin, M.Si berpendapat kearifan lokal yang berkembang di masyarakat Banjar sejak ratusan tahun yang lalu ini mampu menjadi sarana membendung hoax.

Berita bohong atau hoax sebenarnya sudah ada sejak dulu dengan pola sebaran dari mulut ke mulut, warung ke warung dan cakupannya hanya kampung ke kampung. Namun, berkat kearifan lokal masih dipegang kuat oleh masyarakat berita itu tidak berimbas besar terhadap kehidupan mereka.

Meski demikian, diakuinya saat ini kearifan lokal itu sudah mulai dilupakan. Ini disebakan tidak pernah lagi diperkenalkan kepada generasi selanjutnya. “Kalaupun ada hanya sebagai sarana hiburan pada acara-acara tertentu saja,” ujarnya.

Padahal, kearifan lokal khususnya Tutur Lisan sangat strategis dalam menangkal berita hoax di medsos, karena memiliki nilai-nilai filosofis dan telogis yang kuat.

Wahyudin mengungkapkan, peribahasa- peribahasa simbolik memberikan pengaruh psikologis yang kuat kepada para pemilik dan pemangku kebudayaan, misalnya Kada jadi baras ( Jangan melakukan pekerjaan yang sia-sia), ini jika diberlakukan pada dunia medsos artinya tidak perlu membagikan berita yang tidak menghasilkan keuntungan,  Banganga sabalum baucap ( Berpikir sebelum berucap) bisa berarti pikirkan dulu sebelum membuat status medsos, baik – buruknya dan keuntungannya.

Dosen pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin ini juga berharap kearifan lokal dapat  masuk dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah sehingga tidak pudar ditelan zaman.

“Kearifan lokal perlu digalakkan dan dikembangkan secara integral, masif dan sistematis baik itu melalui program pendidikan dan di ruang-ruang medsos,” harapnya.

Dirinya juga mengajak kepada generasi milenial untuk lebih bijak dalam bermedsos. “ Semuanya ada pada kita, mau membagi informasi atau membuat status hendaknya dipikirkan dulu, jika ragu kebenarannya sebaiknya tunda membaginya. Milikilah pedoman dalam bersosialisasi dan kearifan lokal Tutur Lisan salah satu yang bisa jadi pegangan,” papar Wahyudin.

Baik Fahri maupun Wahyudin meyakini kearifan lokal Tutur Lisan apablia sudah menjadi salah satu pedoman dan nasihat hidup bagi generasi milenial, maka akan dapat membendung berita hoax yang pada akhirnya dapat mencecah radikalime dan terorisme.

Penulis : Didin Ariyadi

Pos terkait

banner 468x60