Wartaniaga.com, Banjarmasin – Forum Konservasi Flora dan Fauna bersama Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia menyelenggarakan Conservation Discussion di Kahung Meeting Room, Kantor Pusat Pemasaran Hasil Hutan (PPHH), Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, di Jalan Gatot Subroto (27/11/2019).
Diskusi yang dihadiri oleh mahasiswa dan relawan konservasi ini khusus membicarakan kondisi konservasi di kawasan Kalimantan Selatan. Salah satu poin utama dalam pembahasan adalah kondisi Bekantan sebagai Satwa Endemik Kalimantan yang terancam punah.
Menurut Ketua Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Amalia Rezeki, jumlah Bekantan menyusut akibat banyaknya kawasan habitat bekantan yang beralih fungsi menjadi pemukiman warga.
Jumlah Habitat Bekantan Mulai Berkurang
“Untuk kondisi populasi bekantan jumlahnya jauh drastis menurun, sekarang ini jumlah nya sekitar 2545 yang dirilis BKSDA Kalsel. Itu pun berada di luar kawasan konservasi,”

SBI mengkhawatirkan jika tidak segera dilakukan restorasi pada kawasan yang sudah beralih fungsi tersebut, maka penurunan lebih dari 50 persen bisa jadi terjadi. Pada tahun 2019 saja SBI bersama BKSDA dan Dishut Kalsel telah melakukan upaya evakuasi 12 ekor Bekantan yang bernama latin Nasalis Larvatus yang tersesat masuk ke pemukiman warga di wilayah Kalsel dan Kalteng.
“Sebagaian besar merupakan korban perdagangan ilegal internasional yang berhasil digagalkan bersama aparat. Enam ekor sudah kami lepas liarkan, sisanya berada di pusat rehabilitasi. Namun satu ekor mati tidak tertolong. Karena tidak mampu bertahan, karena kesulitan pakan setelah migrasi akibat kawasan habitatnya terjadi pembukaan area.” Ujar Amalia usai acara Conservation Discussion.
Amalia sendiri bersyukur dengan bantuan media sosial banyak warga yang berperan aktif mengabarkan Tim Rescue SBI dan BKSDA, saat menemukan bekantan yang tersesat. Sehingga pihak nya dapat dengan cepat mengevakuasi dan relokasi bekantan ke kawasan konservasi.
Habitat Bekantan Daerah Kalimantan Selatan Terjaga Aman
Selain kawasan konservasi, diharapkan terbentuk nya Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di beberapa daerah di Kalimantan Selatan juga bisa menjadi habitat yang aman bagi Bekantan.
Kepala Seksi Konservasi SDA dan Ekosistem, Dishut Kalsel Supiani yang turut menjadi pembicara dalam kegiatan, menyampaikan kedepannya KEE akan dilindungi dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri.

“Di KEE itu ada namanya masyarakat Pokdarwis, (Kelompok Masyarakat Sadar Wisata) ada juga gerakan hijau bekantan seperti di kabupaten tanah laut, mereka sangat konsen terhadap konservasi bekantan disana,”
Supiani menambahkan, dengan adanya KEE ini kolaborasi semua instansi pemerintah maupun swasta untuk membangun kawasan habitat bekantan pulih kembali. KEE merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi dan dikelola berdasarkan prinsip prinsip konservasi dalam aspek sosial, ekonomi, budaya.
Sebagaimana yang dianut dalam pengelolaan hutan konservasi, Ketua Forum Konservasi Flora dan Fauna, Zulfa Asma Vikra menyatakan bahkan pada tahun 2020 rencananya akan ada lima Kawasan Ekosistem Esensial yang dikembangkan Pemprov Kalsel, yang tersebar di Kabupaten Tapin, Tanah Laut, Batola,dan Balangan.
Upaya Penyelamatan Bekantan yang Hampir Punah
“Karena didalam undang-udang 23 tahun 2014 itu adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengekuarkan izin KEE, di Tanah laut ada konservasi bekantan di Desa Penjaratan. Di Batola ada Kuala lupak, di Balangan juga ada kawasan buah buah lokal. Kita berharap dapat dukungan dari masyarakat dan swasta untuk mengembangkan kawasan konservasi Kalimantan Selatan,”
Diungkapkan Zulfa yang sekaligus Anggota DPRD Kalsel Komisi IV. Menurut Zulfa berbicara konservasi mencakup tiga hal penting. Pertama konservasi harus bisa mengembangkan eco wisata yang sekaligus menambah lokasi wisata di Kalsel, Kedua mengembangkan konservasi flora dan fauna dikawasan pesisir sungai, karena Kalsel identik dengan sungai, Seperti pengembangan hutan bakau atau maggrove yang memiliki banyak manfaat mencegah erosi. Dan ketiga, menjadikan masyarakat sekitar semakin sejahtera karena terlibat dan terberdayakan.
Pada kegiatan juga dihadiri narasumber ahli biologi AAP Rescue Center Belanda, Cristina Armengo, dan seorang Mahasiwa International Forest Ecosystem Management dari Eberswalde University Jerman, Maik J.
Pada sharing yang disampaikan Cristina menilai, dalam upaya penyelamatan bekantan yang terancam punah perlu juga diiringi dengan pembiakan tanaman mangrove. “Kita harus berupaya dengan banyak tangan melakukan penyelamataan bekantan, sebelum bekantan tidak ditemukan lagi. Untuk itu salah satunya adalah menjaga habitat mangrove sebagai habitat bekantan. Karena mangrove merupakan spesies kunci. Menjaga mangrove berarti mejaga kelestarian bekantan,”
Reporter : Muhammad Akbar
Editor : Erwand
Foto : M. Akbar




















