Wartaniaga.com, Banjarmasin – Beralaskan potongan kayu bekas dan beratap lantai Jembatan Pangeran Antasari di Banjarmasin Tengah menjadi tempat yang nyaman bagi sebagian warga pendatang yang hidup di kolong jembatan tersebut untuk mencari berkah dan menyambung nadi serta detak jantung sejumlah warga tersebut.
Sembari duduk bersantai di kolong Jembatan itu, para warga menunggu datang kapal kapal yang mengangkut barang dan sembako, sesekali mereka ikut menjadi buruh kasar bongkar muat di Pelabuhan dekat dengan lokasi kawasan bawah Jembatan Pangeran Antasari itu, angin sepoy sepoy dan udara dingin dekat dengan perairan sungai Martapura menjadi teman dalam kesehariannya mereka menghabiskan waktu dalam mencari peruntungan.
Aluh, salah satu warga kolong jembatan mengatakan dirinya bersama 6 orang lainnya yang tinggal di kolong jembatan Antasari cukup menikmati dengan keseharian yang mereka alami, jauh dari kata mengeluh, Aluh justru bersyukur dapat menjalin silaturrahmi bersama dengan warga kolong jembatan lainnya.
“Disini yang saya tahu ada 4 orang perempuan dan 2 laki-laki. Dari 6 orang tersebut terdapat 3 orang lansia dan 1 orang anak anak,” ujar Aluh saat ditemui wartaniaga.com dikolong Jembatan Antasari, Selasa (22/10).
Lain Aluh, lain lagi Syahdat. Pria paruh baya berusia 70 tahun ini mengaku dirinya berasal dari Anjir Kabupaten Batola. Ia beralasan karena usia yang senja dan sudah tidak mempunyai sanak saudara lagi di kampungnya menjadi penyebab lelaki paruh baya tersebut diam di kolong Jembatan Pangeran Antasari.
Adapula Anang, Pria ini mengaku pernah terjaring razia. Namun ia juga tetap kembali ke kolong jembatan. “Disana digabung dengan orang gila, siapa sih yang mau digabung dengan mereka,” kata anang sambil membereskan kardus hasil mulungnya.
Perlu diketahui, lokasi kolong Jembatan Pangeran Antasari sudah beberapa kali pernah menjadi sasaran pembersihan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin, namun problem ini selalu kembali, para penghuni yang datang dari Kabupaten/Kota tetangga kerap membuat gubuk kumuh yang kemudian dijadikan tempat tinggal bagi puluhan kepala keluarga yang menyandang tunawisma.
Reporter : Zakir
Editor : Mukta
Photo : Zakir