Wartaniaga.com, Banjarbaru – Rebutan sektor pajak restaurant Crystal Bakery (CB) antara KPP Pratama Banjarbaru dan BPPRD Kota Banjarbaru semakin memanas. Pasalnya, kedua instansi ini masing-masing mengklem bahwa mereka yang berhak mengambil pajak dari perusahaan roti tersebut.
Menurut, Kepala Djp Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banjarbaru, Muhammad Na’am Maali, ngototnya pihaknya soal pajak CB masuk dalam manajemennya. Itu karena CB penghasilannya mencapai Rp 4,8 miliar perbulan. Akibat hal tersebut, pihaknya mengklaim toko yang mayoritas menjajakan roti siap saji ini masuk dalam kategori wajib lapor dan setor pajak PPN.
Ia melanjutkan, jenis pajak yang dikenakan kepada pengusaha retail yang berfokus pada jasa boga ini, sepintas memang hampir mirip dengan pajak restaurant milik Pemerintah Kota. Namun, hal ini yang menjadi berbeda dan harus membuat pihak Crystal Bakery terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena akibat penghasilannya yang terlalu tinggi mereka wajib menyetorkan PPN 10 persen.
KPP Pratama Banjarbaru dan BPPRD Kota Banjarbaru Rebutkan Sektor Pajak Restaurant Crystal Bakery
“Terkait Crystal Bakery itu yang menurut kami bukan restaurant tapi toko roti maka kami kenakan PPN,” ujarnya kepada Wartaniaga.com diruang kerjanya, Selasa (12/11).
Ia mengungkapkan, untuk masalah pungutan pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Kota kepada Crystal Bakery pihaknya tidak bisa berkomentar apapun tentang pungutan tersebut. Namun, yang menjadi alasan pihaknya mengenakan PPN itu mengacu dari jual barang bukan masakan yang akhirnya dikenakanlah pajak oleh pihak KPP Pratama.
“Kalau restaurant itu, dia ada alat masaknya dan bisa pesan rasa apa saja, kalau toko roti yang cepat saji mau pesan yang macam-macam ya nggak bisa, nah barang yang dijual di TKP itu yang kena pajak, PPNnya pun cuma 10 persen,” tandasnya.
Na’am menegaskan, bahwa Crystal Bakery bukan termasuk restaurant seperti yang disampaikan BPPRD Kota Banjarbaru yang masuk kategori tersebut, akan tetapi pajak yang dikenakan oleh KPP Pratama jelas hal tersebut bentuk toko yang menjual barang dan jasa dalam peredarannya kepada produsen ke konsumen.
“Jadi seperti ini, kenapa itu dikenakan PPN karena itu bukan restaurant, lalu kenapa Pemkot mengenakan ke mereka ya itu bukan kewenangan kami,” cetusnya.
Ia menjelaskan, terkenanya PPN 10 persen yang harus dibayar oleh toko retail jasa boga ini yaitu Crystal Bakery ternyata bukan dari kategori jasa dan barang saja, tapi lebih tepatnya kepada penghasilan yang sudah dicapainya sebesar Rp 4,8 miliar dalam perbulan. Hal itu pun, KPP Pratama mengacu sesuai dengan aturan PMK No. 197/PMK.03/2013 tentang pengusaha kena pajak baik pribadi maupun badan usaha yang memiliki jumlah penjualan mencapai Rp 4,8 miliar hingga lebih maka dikenakan 10 persen.
“Memang benar, tunggakan mereka dari 2016 lalu dan harus lapor lah, bahkan, penghasilannya juga melebihi Rp 4,8 Miliar,” pungkasnya.
Na’am membeberkan, dalam hal ini, pihaknya juga sudah menjalankan sesuai prosedur yang ada, bahkan, pihaknya sebelumnya nantinya memang sudah dipanggil ke Ombudsman, mereka inginkan duduk bersama dan membicarakan ini dengan baik-baik agar tidak ada kesalahpahaman.
“Kalau memang harus dibawa kepengadilan bahkan ke MA pun ya kami siap aja, tapi hal ini, kita harus duduk bersama dulu supaya tidak ada terjadi miss comunication lah,” tutupnya.
Reporter : Riswan
Editor : Hamdani
Foto : Riswan