Wartaniaga.com, Banjaramsin- Minyak jelantah, limbah dapur yang sering dianggap tidak berguna, ternyata memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar global.
Bukan hanya untuk biodiesel, minyak ini juga digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, pelumas, bahkan pakan ternak. Di balik tampilan sederhana, minyak jelantah menyimpan peluang besar bagi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak jelantah Indonesia dengan kode HS15180060 mencapai 2,79 juta kilogram ke Vietnam, dengan total nilai sebesar US$ 2,85 juta. China menyusul di posisi kedua dengan volume ekspor mencapai 1,01 juta kilogram senilai US$ 1,01 juta. Filipina, Lituania, dan Brasil melengkapi daftar lima besar dengan total ekspor masing-masing 342 ribu, 256,8 ribu, dan 206 ribu kilogram.
Vietnam dan China menjadi tujuan utama karena tingginya kebutuhan mereka terhadap bahan baku biodiesel. Vietnam, misalnya, memiliki industri biodiesel yang berkembang pesat sebagai bagian dari transisi energi hijau. Sementara itu, China tidak hanya memanfaatkan minyak jelantah untuk biodiesel, tetapi juga untuk pakan ternak. Dengan populasi besar dan sektor peternakan yang terus berkembang, minyak jelantah digunakan sebagai suplemen energi murah bagi pakan.
Selain itu, Eropa juga menjadi pasar potensial, seperti terlihat dari ekspor ke Lituania. Minyak jelantah di Eropa sering kali diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan karena adanya regulasi ketat terkait emisi karbon. Brasil, dengan sektor industri yang kuat, memanfaatkan minyak jelantah untuk bahan baku pelumas dan aditif lainnya.
Rata-rata, minyak jelantah Indonesia dijual dengan harga bervariasi tergantung pada negara tujuan. Misalnya, harga ekspor ke Vietnam mencapai sekitar US$ 1,02 per kilogram.
Minyak jelantah juga mulai dilirik sebagai komponen pakan ternak, khususnya di negara-negara dengan sektor peternakan besar. Minyak ini digunakan sebagai suplemen energi dalam campuran pakan, terutama untuk unggas dan babi. Meski demikian, penggunaannya memerlukan pengolahan khusus untuk memastikan keamanan pangan dan menghilangkan senyawa berbahaya.
Meski memiliki pasar yang signifikan, ekspor minyak jelantah Indonesia masih jauh dari potensi maksimalnya. Indonesia menghasilkan minyak jelantah dalam jumlah besar setiap tahunnya, namun sebagian besar belum dikelola dengan baik. Sebagai contoh, banyak rumah tangga dan restoran membuang limbah ini tanpa menyadari nilainya.
Pemerintah dapat berperan besar dalam meningkatkan nilai ekspor ini. Misalnya, dengan memperbaiki infrastruktur pengumpulan minyak jelantah dari rumah tangga dan restoran. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang nilai ekonomi minyak jelantah juga dapat meningkatkan pasokan bahan baku untuk ekspor.
Agar dapat meningkatkan daya saing, pelaku usaha Indonesia perlu meniru strategi negara tujuan seperti Vietnam dan China, yang mengolah minyak jelantah menjadi produk dengan nilai tambah. Mengembangkan industri biodiesel domestik juga dapat menjadi strategi diversifikasi untuk meningkatkan nilai ekonomi sekaligus mengurangi emisi karbon.
Di sisi lain, regulasi yang mendukung perdagangan minyak jelantah perlu diperkuat. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha yang berkontribusi dalam ekspor limbah bernilai ekonomi ini. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan devisa, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.
Jika dikelola dengan baik, minyak jelantah tidak hanya mendatangkan keuntungan ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari solusi keberlanjutan global.
Sumber: CNBC Indonesia
Editor : Edhy Darmawan