Wartaniaga.com, Banjarmasin- Kain Sasirangan umumnya dibuat sebagai baju, mulai dari kemeja, t-shirt hingga gaun. Namun, bagaimana jadinya jika kain Sasirangan difungsikan sebagai sarung, digunakan untuk beribadah dan untuk beraktivitas sehar-hari.
Inilah yang mulai dikenalkan oleh HM Soedjatmiko, SE. MA. Ak. CA, sejak akhir tahun 2018 yang lalu. Dan hingga saat ini pria yang berprofesi sebagai Dosen dan konsultan keungan ini selalu mengenakan sarung Sasirangan disetiap aktivitasnya.

“ Aneh bagi sebagian orang yang baru pertama kali ketemu saya, kok Sasirangan dijadikan tapih ( sarung,red),’ ujarnya kepada wartaniaga.com.
Dikatakan Miko, awalnya ia mulai tertarik menggunakan Sasirangan sebagai sarung saat studi S3 di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya dimana ada seorang dosennya yang menggunakan sarung dari Batik.

“ Sejak dulu sarung merupakan budaya asli Indonesia, jadi jika sekarang kita menggunakan sarung untuk beraktivitas sehari-hari tidaklah aneh,” tuturnya menceritakan apa yang diungkapkan dosennya.
Berangkat dari itulah, Dosen disalah satu PTS di Banjarmasin ini mulai akrab dengan sarung khususnya Sasirangan yang menurutnya memiliki ciri khas dan warna yang menarik.

“ Selain untuk mempopulerkan penggunaan sarung, apa yang saya lakukan ini juga untuk membantu pengrajin Sasirangan. Karena fungsi Sasirangan tidak lagi hanya sebagai baju tetapi sarung yang jika sudah banyak penggunanya akan meningkatkan produksi Sasirangan,” jelasnya.
Totalitas Miko menggunakan sarung Sasirangan rasanya tidak diragukan lagi, hampir seluruh aktivitasnya mengenakan sarung Sasirangan, jalan-jalan, mengajar, saat menjadi pembicara diberbagai seminar hingga pertemuan formal dengan pejabat daerah ia selalu memakainya. Tak salah jika Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina menyebutnya sebagai icon sarung Sasirangan.