Setelah tiga setengah tahun terlewati dengan kegagalan, Belanda menggunakan taktik yang keji dan sangat tidak terpuji yaitu dengan menyandera Ibunda, isteri serta kakanda untuk memaksakan perundingan di Martapura demi alasan perdamaian.
Dalam perjalanan, beliau disergap dan dilarikan ke Banjarmasin, kemudian dengan kapal “Bali” milik Baginda Ratu Kerajaan Belanda pada tanggal 3 Maret 1862, “Al Sulthan Hidayatullah Alwasikibillah” dan beberapa pengikut setianya dibawa ke Batavia dan kemudian diasingkan ke Cianjur Jawa Barat.
Pada tanggal 2 November 1904 M beliau wafat dalam ketenangan dan kedamaian serta dimakamkan di Pusara bukit Joglo yang permai.
Pangeran Hidayatullah dikenal dengan julukan “Ulama Besar Berjubah Kuning serta mempunyai senjata ampuh,” beliau memaknai pengasingannya dengan aktif berdakwah dan interaksi Islami dengan masyarakat Cianjur.
“Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un….. Selamat jalan leluhur dan Pahlawanku.
Disadur dari Prasasti Batu Bertulis Komplek Pemakaman Pangeran Hidayatullah Cianjur Jawa Barat.
Rilis ulang : Edi Dharmawan
Editor : Aditya




















