Wartaniaga.com, Bogor – KH Idham Chalid, nama yang tak asing bagi masyarakat Indonesia. Betapa tidak, sebagai salah seorang Pahlawan Nasional, gambarnya terpampang di uang pecahan Rp 5.000 an yang di bawahnya bertuliskan nama Dr KH Idham Chalid.
Namun, tidak banyak yang tahu jika dirinya adalah asli urang Banua, Kalimantan Selatan ( Kalsel). Ia lahir di Kecamatan Satui ( saat ini bagian dari Kabupaten Tanah Bumbu) pada 22 Agustus 1922 dan wafat 11 Juli 2010 pada usia 80 tahun.
Sebelum menuntut ilmu di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Idham Chalid menyelesaikan Sekolah Rakyat ( SR) dan Madrasahnya di kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel.
Wartaniaga berkesempatan mengunjungi makam tokoh bangsa ini di kecamatan Cisarua, Bogor, Jawa Barat ( Jabar) pada Rabu (3/7) sore.
Menurut salah seorang Pengurus Yayasan Idham Chalid, Sulaiman, makam ini selalu ramai didatangi para peziarah yang sekalian berwisata ke puncak Bogor.
” Kalau yang datang dari Jakarta dan sekitarnya hampir setiap hari ada berziarah,” katanya saat berbincang dengan media ini.
Dikatakannya, peziarah dari Kalsel biasanya datang secara berombongan dan paling sering saat bulan Maulid.
” Jama’ah Abah Guru Sekumpul sering juga datang ke sini hampir tiap bulan pasti ada,” terang pria yang juga berdarah Banjar ini.
Mengutip dari Kemenag go.id, Idham Chalid sejak 1956 menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sampai 1984. Dirinya menjadi Ketua Umum PBNU terlama dalam sejarah NU yakni selama 28 tahun.
Ia juga pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Ali-Roem-Idham (1956-1957), Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Djuanda (1957-1959), dan Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora (1966).
Selain itu, Idham Chalid di tahun 1962-1966 menduduki anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Wakil Ketua MPRS. Sementara di akhir Orde Lama, ia menjabat Menteri Koordinator pada Kabinet Kerja dan Kabinet Dwikora.
Ketika Orde Baru berkuasa, Idham Chalid diangkat menjadi Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dan Menteri Sosial ad interim (1970 -1971).
Setelah Pemilihan Umum 1971, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR-RI periode 1971-1977. Selanjutnya menjabat Ketua DPA-RI periode 1978-1983, dan anggota Tim P7 (Penasihat Presiden Tentang Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dengan ketuanya Dr. H. Roeslan Abdulgani.
Sedangkan di organisasi keulamaan Idham Chalid duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mulai tahun 1985.
Di tengah perjalanan tersebut, Idham Chalid turut mendirikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973. Ia dipercaya menjadi presiden partai berlambang Ka’bah itu.
Idham Chalid disebut pernah ditawari untuk mendampingi Soeharto sebagai wakil presidennya. Namun, tawaran tersebut ditolak.
Dan atas jasanya pada negeri, Idham Chalid dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2011. Pada tahun yang sama, gelar Pahlawan Nasional juga diberikan pemerintah kepada dua tokoh Islam lainnya yakni Prof. Dr. Hamka dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Penulis : Didin