Akuntabilitas dan Transparansi dalam Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah

foto : freepic

APBN, APBD, dan kekayaan negara yang dipisahkan merupakan instrumen pemerintah dalam mempengaruhi pasar khususnya pada saat resesi saat ini, dimana pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan triwulan III tahun 2020 menunjukkan titik minus. Oleh karena itu, konsolidasian LKPP, LKPD, dan informasi keuangan BUMN/BUMD dari Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Badan Keuangan Daerah akan dapat memberi gambaran komprehensif mengenai kondisi Keuangan Pemerintah Indonesia sehingga dapat dijadikan alat pengambilan keputusan fiskal dan moneter.

Proses konsolidasi untuk menyusun GFS ada dua tahapan, yaitu tahap konsolidasi akutansi dan tahap konsolidasi statisik keuangan pemerintah. Tahap konsolidasi akutansi dilakukan antar laporan keuangan entitas pemerintah daerah yang terdiri atas 548 entitas pemerintah daerah yang menghasilkan LKPD-Konsolidasian.

Konsolidasi statistik keuangan pemerintah dilakukan untuk mereklasifikasi BAS pada LKPP dan LKPD-Konsolidasian menjadi BAS Statistik Pemerintah. Setelahnya, LKPP dan LKPD-Konsolidasian serta informasi BUMN/BUMD yang telah direklasifikasi ke dalam BAS Statistik Pemerintah dikonsolidasikan menjadi GFS.

GFS bukan dimaksudkan untuk keperluan pertanggungjawaban melainkan untuk keperluan manajerial, sehingga tidak perlu dilakukan audit oleh BPK. Bilapun BPK melakukan audit terhadap GFS, hal itu dilakukan lebih bersifat keyakinan pada kesesuaian dengan SAP dan prinsip akuntansi lainnya sehingga dapat diterima dunia internasional.

Beberapa tantangan yang selama ini muncul dalam penyusunan GFS yang handal dan berkualitas, adalah sebagai berikut: 1) regulasi setingkat Peraturan Pemerintah yang mengikat pemerintah daerah untuk menyampaikan LKPD-K kepada Kementerian Keuangan belum diimplementasikan; 2) terjadinya perbedaan BAS yang digunakan antara LKPP dengan LKPD; dan 3) perbaikan data keuangan LKPD tidak terupload pada Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD).

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) mendapat mandat untuk mengkonsolidasi LKPD di wilayah kerjanya. Disisi lain, pemerintah daerah merupakan entitas pelaporan tersendiri yang berbeda dengan entitas pemerintah pusat.

Meskipun Kanwil DJPb sebagai Koordinator KBUN di daerah namun tidak berarti mempunyai kewenangan terhadap entitas pelaporan pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah tidak mempunyai kewajiban dalam penyampaian informasi keuangannya kepada pemerintah pusat.

Oleh karena itu perlu langkah strategis yang dilakukan Kanwil DJPb dalam memperoleh informasi keuangan pemerintah daerah yaitu dengan melakukan sinergi dengan para pejabat pemerintah daerah. Sinergi ini agak lebih mudah ketika pimpinan pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur mempunyai komitmen kuat dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah secara  akuntabel dan transparan. Maka Kanwil DJPb berkoordinasi dengan Gubernur untuk membuat MOU antara Gubernur dengan Kepala Kanwil dalam rangka penyampaian informasi keuangan pemerintah daerah lingkup provinsi bersangkutan.

Meskipun saat ini koordinasi dengan pemerintah daerah telah berjalan dengan baik, namun terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah akan memberi lebih kemudahan dalam melakukan sinergi dengan pemerintah daerah.

Peraturan ini diimplementasikan mulai tahun 2021, dimana pasal 214 mengamanatkan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan informasi keuangan daerah dan diumumkan kepada masyarakat. Bahkan pada pasal 215 diamanatkan kepada pemerintah daerah provinsi untuk melakukan konsolidasi LKPD di wilayahnya.

Pos terkait