Sebab itu, Maming mengingatkan jangan sampai isu negara maju untuk Indonesia hanya menjadi jebakan batman. Sebab, dengan menjadi negara maju, ujar Maming, Indonesia harus kehilangan banyak fasilitas sebagai negara berkembang.
“Misalnya Indonesia akan kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat (AS). Dengan menjadi negara maju fasilitas begini bisa hilang,” katanya.
Ia juga mengingatkan, kemungkinan pencabutan status sebagai negara berkembang ini merupakan bagian dari strategi perang dagang yang sedang dilancarkan oleh negara-negara maju.
Sebagaimana diketahui GSP merupakan sebuah sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Bisa jadi ini merupakan bagian dari masalah-masalah yang disengketakan ke WTO saat ini. Kita mesti melihat potensi ke sana,” ujarnya.
Sebab itu, Hipmi berharap agar pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memperkuat negosiasi-negosiasi menyusul sikap dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang itu.
“Kita kan sedang fight juga agar ekspor kita lebih besar lagi untuk atasi defisit neraca dagang. Jangan sampai keringanan bea masuk impor barang ke AS ini terganggu lagi. Ini kan fasilitas yang diberikan untuk negara-negara kurang berkembang (LDCs) dan negara berkembang,” ucap Maming.
Editor : Didin Ariyadi