Di toko pakaian bekas import, yang bersebelahan dengan tempat tinggalnya, Agus menyediakan berbagai macam jenis pakaian, seperti hoddie, crewneck, tracktop, hoddie zipper, T-Shirt, kemeja denim, celana jeans, celana tranning hingga celana pendek.
“Semua jenis tersedia, untuk pria, wanita, dewasa dan anak-anak. Banyak merk ternama, seperti Adidas, Nike, Under Armour, Stussy, Givenchy, Zara, Billabong, Ripcurl, Champion, GAP, dan banyak lagi merk lainnya,” jelasnya.
Dalam menjalankan usaha thrift shop, Agus dibantu oleh isteri dan keponakannya. Lantaran baru memulai, ia tak mau menyetok barang lama-lama. Setiap barang yang datang harus cepat terjual, meskipun untungnya tipis.
“Kalau di awal ini yang penting barang cepat keluar dulu. Kita maunya tiap bulan harus open bal (karung) atau masuk barang yang baru. Makanya, kita jual juga tidak mahal-mahal, kita ingin lebih dikenal banyak orang dulu. Selain itu, kita juga menyesuaikan dengan daya beli masyarakat di tengah pandemi,” ungkap ayah 2 orang anak ini.
Untuk harga, ia mematok mulai Rp 20 ribu sampai Rp 150 ribu. Tergantung kondisi barang dan merknya. Rata-rata kondisi pakaian bekasnya antara 85 persen hingga 95 persen.
“Bahkan, barang yang datang juga ada yang masih baru,” tutur Agus, yang mendatangkan pakaian bekas dari penyuplai langganannya di Batam, Surabaya, dan Bandung.
Selain dipasarkan secara offline, ia juga memasarkan lewat media online Instagram. “Bisa lihat-lihat contoh pakaian yang kita jual di akun @yourex.ind,” katanya.
Meski pakaian bekas, untungnya tak bisa dianggap recehan. Agus bilang, dalam 1 bal bisa meraup keuntungan hingga 200 persen. “Omzetnya sekarang Rp 30 jutaan, dari modal awal Rp 7,5 juta,” sebutnya.




















