Marak Kasus PHK di Bank Pertanda Kelesuan Ekonomi

Marak Kasus PHK di Bank Pertanda Kelesuan Ekonomi

Wartaniaga.com – Tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK) di dunia perbankan membuat sejumlah pihak angkat bicara, utamanya pengamat kebijakan publik, Universitas Trisakti Jakarta, Profesor Trubus Rahardiansyah sebut bertolak dari kasus yang melanda bank-bank di Eropa kini telah mengembang sampai ke tanah air.

Diungkapkannya, mengacu pada data Biro Riset Infobank, sepanjang 2014 hingga 2018 terjadi pengurangan tenaga kerja di 114 bank umum sebesar 38.831 dan sampai akhir 2019 jumlahnya bisa melebihi 40.000 orang.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

“Oleh karena itu, adanya isu terkait banyaknya karyawan bank yang di PHK ini adalah suatu tanda sektor ini terpapar kelesuan ekonomi global,” bebernya kepada wartaniaga.com, Sabtu (2/11).

Ia menghitung, bila dirata-rata pertahun berarti terdapat sekitar 8.000 orang yang di PHK. Disisi lain, menurutnya kini banyak karyawan bank yang resign atas permintaan sendiri, dan termasuk PHK. Apa alasan resign? Ada banyak faktor, antara lain tidak mencapai target, takut tidak bisa lanjut, maunya karir cepat tercapai, bosan, tidak tahan bekerja dalam tekanan dan lain-lain.

“Tetapi itu juga berarti industri perbankan terpapar kelesuan ekonomi saat ini,” jelasnya lagi.

Selain itu, Profesor Trubus berasumsi perkembangan teknologi juga ikut menyeret pelemahan ekonomi perbankan dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang ini. Produk-produk financial technologi (fintech), salah satu pemicunya.

Akan tetapi serbuan fintech tentu berdampak positif. Sisi positifnya, bank terpacu untuk ikut menggali aneka produk berbasis teknologi. Bank pun mengerem pembukaan cabang konvensional. Upaya itu baik untuk mengerek tingkat efisiensi.

Ia mengungkapkan, bila ditelaah secara mendalam perbankan Indonesia dinilai cukup baik. Namun, banyak bank yang juga tertekan oleh lemahnya perekonomian dan turut mempengaruhi pertumbuhan kredit serta kualitas aset yang kemudian mempengaruhi pendapatan perbankan.

Lanjutnya, para bankir di dunia termasuk di Indonesia sedang mengarungi masa ujian sejak 5 tahun terakhir. Seperti hasil survei McKinsey & Co, lebih dari setengah bank di dunia terlalu lemah untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang cenderung melambat.

“Sebagai dampaknya, bank-bank harus melakukan restrukturisasi untuk memperbaiki kualitas aset produktif yang menurun, termasuk melakukan pemangkasan biaya untuk meningkatkan efisiensi untuk mencetak profit,” bebernya.

“Cara yang dilakukan antara lain mengurangi jaringan kantor serta jumlah pegawai atau memPHK karyawan,” ia melanjutkan.

Profesor Trubus menambahkan, memasuki tahun 2020 pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan strategis yang komprehensif agar pemutusan kerja tidak terus berlanjut.

“Dan bila ini tidak dilakukan pemerintah, bisa dibayangkan kondisi perbankan akan terus memburuk,” pungkasnya.

Editor : Muhammad Zahidi

Pos terkait