Wartaniaga.com, Batulicin- Nelayan di Pelabuhan Perikanan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu kesulitan mendapatkan bahan bakar jenis solar bersubsidi.
Hal tersebut disebabkan penutupan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berlokasi tidak jauh dari Pelabuhan Perikanan Batulicin.
Penutupan terpaksa harus dilakukan ibas dari oknum dengan inisial AF ternyata kedapatan menjajakan solar bersubsidi diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan harga Rp6.250 per liter, padahal secara normal hanya dikenakan Rp5.150 artinya sengaja naik Rp1.100.
Atas perbuatannya, AF dijerat ancaman pidana pasal 55 UU RI Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perubahan UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) lengkap diganjar masa tahanan maksimal paling lama enam tahun, denda sebesar Rp60 miliar.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalsel Muhammad Yani Helmi juga turut mengapreasi kesigapan Ditpolairud Polda Kalsel dalam memberikan efek jera terhadap oknum yang melakukan tindak kejahatan penyalahgunaan solar bersubsidi apalagi berhubungan erat dengan kebutuhan utama ekonomi rakyat.
“Untuk bisa memenuhi keinginan dari nelayan di wilayah tersebut, politisi dari fraksi Partai Golkar ini pun meminta agar SPBN kembali diaktifkan agar keperluan mereka tetap terpenuhi,” harapnya.
Menurunya, ketika kasus hukum berjalan, alangkah lebih bagus tidak menutup pendistribusian solar mengingat kebutuhan masyarakat di pesisir Tanbu mayoritas mata pencaharian utamanya adalah nelayan.
“Imbas penutupan banyak yang tidak melaut,” ucap Paman Yani sapaan akrabnya.
Lanjut, seiring tidak tersedianya solar bersubsidi bagi nelayan pesisir Tanah Bumbu harga ikan pun juga ikut naik.
“Tak hanya Kalsel, tetapi, Kaltim dan Kalbar terkena imbasnya juga,” bebernya.
Sementara itu Kepala Pelabuhan Perikanan Batulicin Akhmad Syarwani menyebut imbas dari ditutupnya SPBN yang berada di wilayah tanggungjawabnya itu memaksa sejumlah nelayan harus membeli di luar daerah Kalsel.
“Bahkan ada nelayan kita di pelabuhan harus terpaksa membeli solar ke luar daerah hingga ke Kaltim dengan harga yang cukup tinggi. Sehingga, berpengaruh terhadap tambat labuh di Pelabuhan Perikanan Batulicin ini,” jelasnya.
Maka dari itu senada dengan Wakil Komisi II DPRD Kalimantan Selatan Muhammad Yani Helmi, dia mengharapkan aktivitas SPBN bisa kembali dioperasikan agar pemenuhan solar bersubsidi bagi nelayan kembali berjalan normal.
“Seiring berjalannya proses hukum dari kepolisian. Setidaknya Kami berharap SPBN di pelabuhan ini dapat beroprasi lagi, karena bagaimana pun saat ini yang kasihan adalah nelayan,” ujarnya.




















