Hasil konsolidasian ini direklasifikasi oleh Kanwil DJPb untuk menjadi BAS Statistik Pemerintah. Ini adalah langkah besar untuk memudahkan dalam pembinaan akutansi terhadap pemerintah daerah serta kemudahan dalam memperoleh data keuangan pemerintah daerah kaitan dengan penyusunan GFS.
Tantangan kedua adalah perbedaan BAS antara LKPP dengan LKPD, bahkan antar LKPD pun terjadi perbedaan persepsi dalam penggunaan BAS. Hal ini menjadi penyebab rumitnya Kanwil DJPb dalam melakukan konsolidasi LKPD. Mulai tahun 2021 tantangan ini diharapkan dapat diselesaikan dengan berlakunya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Meskipun Permendagri ini masih terdapat sedikit perbedaan persepsi dengan BAS Pemerintah Pusat, nantinya secara garis besar BAS pada LKPD sudah sebangun dengan BAS pada LKPP.
Tantangan ketiga adalah perbaikan data keuangan LKPD tidak terupload pada Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Meskipun beberapa pemerintah daerah telah mengupdate dengan aplikasi terbaru yang memungkinkan perbaikan laporan keuangan secara online, namun masih banyak pemda yang belum melakukannya.
Aplikasi SIKD versi lama mempunyai kelemahan tidak dapat membaca perbaikan laporan keuangan pemerintah daerah. Di satu sisi, pemerintah daerah merasa apabila telah mengupload perbaikan LKPD ke SIKD sudah cukup, dan tidak dilakukan pengecekan kembali.
Padahal, kedepan data keuangan SIKD ini merupakan bahan dasar data keuangan pada Sistem Informasi Keuangan Republik Indonesia (SIKRI). Ketidakakuratan data pada SIKD menjadikan data yang dihasilkan SIKRI juga tidak akurat. Disamping itu, aplikasi SIKD adalah sistem informasi keuangan daerah yang dikelola oleh DJPK. Hal ini seringkali menjadi kendala tersendiri apabila terjadi masalah pada aplikasi SIKD yang memerlukan penanganan segera.




















