foto kolase: Datuk Kepala Pasukuan, M. Rafik Datuk Rajo Kuaso digandeng dengan poto Logo Majelis Adat Indonesia, (Ist)
Wartaniaga.com, Jakarta —Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, pengamat politik, sosial, dan budaya sekaligus Datuk Kepala Pasukuan, M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, menyampaikan seruan reflektif mengenai arah pembangunan nasional.
Dalam pernyataan tertulisnya, Rafik menegaskan bahwa kebesaran bangsa tidak hanya bertumpu pada kemajuan politik dan birokrasi, tetapi juga pada kekuatan akar budaya dan nilai-nilai adat yang telah mengakar sejak masa kerajaan-kerajaan Nusantara.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan sistem politik atau hukum formal semata. Ada fondasi batiniah dalam masyarakat kita yang berasal dari adat dan kearifan lokal. Itulah yang membuat bangsa ini tidak mudah runtuh, meski diuji oleh berbagai dinamika zaman,” ujar Rafik.
Melalui akun media sosial pribadinya, @rafik_datuak_rajo_kuaso, ia mengajak masyarakat untuk merenungkan perjalanan hidup sebagai cermin perjalanan bangsa. Dalam salah satu unggahannya, ia menulis:
“Semua orang pasti punya masa lalu, tetapi semua juga punya hak untuk menjadi lebih baik. Pengalaman hidup baik pahit, manis, asam, maupun garam adalah fondasi untuk berubah. Tidak ada manusia yang ingin terus hidup dalam masalah. Maka beri ruang untuk perubahan.”
Wejangan ini mencerminkan pendekatan humanis terhadap perubahan dan pembangunan karakter bangsa. Bagi Rafik, transformasi sejati harus berlandaskan nilai dan jati diri, bukan sekadar tren atau pencitraan sesaat.
Ia pun mengingatkan pentingnya menjaga jati diri di tengah arus globalisasi dan digitalisasi yang semakin deras:
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal jati dirinya. Jangan sampai kita tercerabut dari akar budaya dan tanah adat. Kekuatan Indonesia lahir dari semangat gotong royong dan kearifan lokal yang terus hidup di tengah masyarakat.”
Rafik menutup pernyataannya dengan ajakan bagi seluruh elemen bangsa untuk menjadikan momen HUT RI ke-80 sebagai titik tolak introspeksi dan penguatan nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Indonesia yang kuat bukan hanya karena pembangunan fisik atau kekuatan ekonomi, tetapi karena jiwanya terjaga jiwa yang lahir dari kearifan lokal dan semangat kebersamaan.” Akhirnya memberikan wejangan.




















