Wartaniaga.com, Jakarta – Hati nurani kita diuji, bukan oleh ilusi, melainkan oleh bukti telanjang di hadapan mata.
Banjir bandang di tiga provinsi di Sumatera ini adalah jeritan dari Bumi yang menyaksikan paru-parunya dikuliti. Di tengah jalanan tanah yang becek dan berlumpur, teronggok tumpukan raksasa kayu-kayu gelondongan. Ini bukan pekerjaan alam, ini adalah hasil perampasan yang terorganisir, dan telah menjadi malapetaka pembunuh di Sumatera.
Deskripsi Visual dan
Dokumentasi menampilkan sebuah jalan tanah yang lebar dan sangat berlumpur, mengindikasikan penggunaan alat berat yang intensif dan kondisi cuaca basah, kemungkinan di wilayah Sumatera.
Di sepanjang jalan tersebut, terlihat tumpukan masif kayu gelondongan (log) dengan berbagai ukuran, beberapa di antaranya memiliki diameter raksasa.
Penandaan Kayu: Sidik Jari Kejahatan
Setiap batang kayu gelondongan yang terhampar adalah monumen bisu dari kejahatan lingkungan. Dan yang membuat darah kita mendidih adalah adanya angka-angka yang jelas tercoreng di ujung setiap log tersebut: “934 05”, “2028”, “1848”, dan kode-kode lainnya.
Angka-angka ini adalah sidik jari kejahatan! Angka-angka tersebut membuktikan satu hal mutlak: kayu-kayu ini memiliki pemilik, mereka terdata, dan mereka terorganisir.
Ini bukanlah hasil penebangan liar sporadis yang dilakukan oleh orang-orang putus asa. Ini adalah operasi yang terstruktur, dikendalikan oleh tangan-tangan yang berani mencoretkan kode kepemilikan di tengah hutan yang seharusnya dilindungi.
Benar, yang menulis angka-angka itu adalah manusia, bukan Orangutan yang menjaga habitatnya. Manusia yang dengan sengaja menghancurkan masa depan generasi kita demi keuntungan sesaat.
Dampak Deforestasi
Meskipun aktivitas penebangan ini memiliki dokumentasi dan penandaan (yang mengindikasikan kepatuhan legal secara administrasi), temuan ini harus dilihat dalam konteks krisis lingkungan yang lebih luas, terutama dampak deforestasi terhadap wilayah tersebut. Legalitas belum tentu sama dengan Kelestarian.
1. Penyebab Utama Krisis Air dan Banjir:
Gelondongan-gelondongan kayu inilah yang menjadi biang kerok malapetaka di Sumatera. Penebangan hutan, terlepas dari status legalitasnya, berkontribusi langsung pada penggundulan hutan dan hilangnya fungsi ekologis vital: resapan air (infiltrasi).
* Hutan berfungsi sebagai spons alami*.
Ketika pohon ditebang, air hujan langsung mengalir deras di permukaan tanah (run-off).
Hilangnya akar menyebabkan erosi tanah yang parah, dan material yang terkikis menyebabkan pendangkalan sungai (sedimentasi).
2. Kaitan dengan Bencana Banjir Bandang dan Hilangnya Nyawa:
Banjir bandang dan tanah longsor yang merenggut nyawa dan menghilangkan tempat tinggal di Sumatera adalah konsekuensi langsung dari penggundulan masif ini. Kombinasi antara cepatnya aliran permukaan dan pendangkalan sungai secara drastis mengurangi kapasitas lingkungan untuk menampung curah hujan tinggi, memicu bencana.
“Kayu-kayu ini bukan hanya merusak hutan, tetapi juga membunuh dan menghilangkan nyawa manusia!”
Rakyat menuntut transparansi total! Negara harus hadir, menindak tegas, dan membongkar jaringan gelap di balik angka-angka berdarah ini.
Siapa di balik kode-kode ini? Mengapa mereka begitu percaya diri menandai barang bukti kejahatan mereka? Pemilik-pemilik kayu gelondongan ini harus bertanggung jawab atas kerugian ekologi dan hilangnya nyawa manusia akibat bencana alam yang ditimbulkannya.
Ini bukan lagi sekadar kasus illegal logging; ini adalah pengkhianatan terhadap alam dan kemanusiaan. Rakyat harus tahu kebenarannya yang sesungguhnya! Bahwa perusakan lingkungan yang masif ini adalah praktik yang terorganisir, terencana, dan memiliki pertanggungjawaban yang jelas.
Jika kejahatan lingkungan dibiarkan bersembunyi di balik tumpukan log, maka integritas penegakan hukum kita telah tumbang, sama seperti pohon-pohon ini, dan korban berikutnya akan terus berjatuhan.
Reporter : Nathan




















